Klasafakasi dan Morfologi
Ikan botia memiliki tubuh memanjang agak pipih kesamping, kepala agak meruncing ke arah mulut / seperti torpedo (Satyani, D. dkk.2006). Klasifikasi botia (Cromobotia macracanthus Bleeker) yaitu sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Class : Osteichthyes
Sub Class : Actinopterygii
Ordo : Teleostei
Sub Ordo : Cyprinoidea
Family : Cobitidae
Spesies : Botia macracanthus Bleeker
Penemuan terakhir yang di lakukan oleh kotelat et al. 1993, botia di masukkan ke dalam genus Cromobotia macracanthus Bleeker (Satyani et al. 2006). Ciri – cirri morfologi botia antara lain badan tidak bersisik, mulut agak ke bawah dengan 4 pasang sungut, sirip dada dan sirip perut berpasangan, sirip punggung tunggal dan sirip ekornya simetris berbentuk seperti gunting. (Satyani et al. 2006).
Bentuk tubuhnya memanjang agak ke samping dengan warna belang hitam kuning dengan sirip orange. Warna tubuh kuning cerah dengan garis hitam, garis pertama melingkari kepala melewati mata, garis kedua terdapat di bagian depan sirip punggung, dan garis ketiga memotong sirip punggung bagian belakang sampai ke pangkal ekor.
Keterangan :
- Sirip punggung
- Sungut
- Sirip dada
- Sirip perut
- Sirip anus
- Sirip ekor
Habitat dan Penyebaran
Penyebaran ikan botia amat luas yaitu di sungai – sungai Sumatera bagian selatan dan Kalimantan. Hidup dalam kelompok mulai dari hulu sampai ke muara. Daerah penangkapan ikan ini adalah di perairan yang tenang yaitu di rawa – rawa dan sungai bagian hilir, anak – anak botia umumnya di tangkap di air yang pasang sampai ke hilir sungai. Penangkapan dengan bubu dari bambu yang di pasang di muara sungai ke rawa – rawa (Satyani, D. 2006)
Daerah sungai dengan kondisi air ber pH yang agak asam antara 5,0 – 7,0 dan kisaran suhu 24 -31 ºC merupakan habitat ikan botia. Perairan jernih dengan bebatuan dasar merupakan tempat tinggal. Dari survey yang di lakukan di daerah Sumatera selatan (sungai musi). Laporan 2004, IRD dan INRIS Depok di ketahui anak – anak botia hidup di daerah yang berarus lemah, dasar lumpur yang keruh dengan kedalaman 5 -10 m. Sementara induknya berada di daerah dengan arus kuat (hulu) yang jernih dan dasar berpasir dan berbatuan maxsimum berkedalaman sekitar 2 m (Satyani, D. 2006)
Sifat – Sifat Botia
Ikan botia hidup di daerah perairan (termasuk ikan dasar) yang aktif mencari makan pada malam hari (nokturnal) (Satyani, D. 2006)
Sifat lain yang menonjol dari ikan ini ialah kebiasaannya merayap di dasar perairan. Botia juga terkenal amat pemalu serta mudah kaget dan ketakutan terutama pada gerakan yang tiba – tiba di sekitarnya(Lingga, P dan Susanto, H. 2003)
Kebiasaan Makan
Botia termasuk ikan omnivora atau makn apa saja walaupun pakan hidup lebih di sukai. Sebagai akan dasar maka pakannya adalah organisme dasar perairan seperti cacing, baik cacing rambut (Tubifek sp) atau cacing darah (Chironomus sp). Penelitian yang mengamati ikan di alam pada lambung botia juga di temukan udang –udang kecil (Satyani, D. 2006)
Pembenihan Ikan Boita (Chromobotia macracanthus Bleeker)
1. Pemijahan
Induk botia (Chromobotia macracanthus Bleeker) yang dapat digunakan untuk pemijahan minimum ukuaran 60 gr dan akan lebih baik bila lebih dari 100 gr. Pemijahan dilakukan secara buatan dengan metode penyuntikan. Induk jantan dan induk betina di suntik dengan hormon “ ovaprim”. Induk betina di suntik dengan dosis 1,0 ml/kg bobot tubuh sebanyak dua kali. Suntikan pertama sebanyak 0,4 ml/kg dan yang kedua 0,6 ml/kg dengan interval waktu 6 jam. Induk jantan disuntik dengan dosis 0,6 ml/kg sebanyak satu kali, bersamaan dengan suntikan pertama betina (LRBIHAT, 2006).
2. Stripping (Pengeluaran Telur dan Sperma)
Pengeluaran telur dan sperma dilakukan dengan cara ” stripping” atau pengurutan. Stripping induk betina dilakukan dengan interval waktu 11 -15 jam setelah penyuntikan kedua. Sperma di keluarkan dari induk jantan lalu di encerkan dengan larutan fisiologis dengan perbandingan 1:4 dan di kocok merata, kemudian di simpan di tempat dingin dalam termos es, telurdan sperma di tempatkan dalam mangkok, aduk sampai merata dan di goyang – goyang selama 1 menit setelah itu telur dapat di cuci bersih denga air dan siap di tetaskan (LRBIHAT, 2006)
3. Penetasan
Penetasan telur di lakukan di dalam fiberglass berbentuk corong dengan aliran air (sirkulasi) dari air sumur (diaerasi minimal 48 jam) atau air mineral. Telur akan menetas selama 15 -26 jam pada suhu 26 – 27 ºC. Pemeliharaan larva dilakukan di dalam akuarium, larva akan menjadi benih ukuran 2,5 cm (1 inchi) setelah berumur 25 – 30 hari (LRBIHAT, 2006).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar